Search

Sabtu, 25 Januari 2014

KONTROVERSI DAN SOLUSI BAWA HP KE SEKOLAH

 

Ah, namanya juga anak, yang pada dasarnya memiliki karakter “semakin dilarang, semakin kreatif mencari jalan untuk mendapatkan keinginannya”. Anak justru akan mulai “kucing-kucingan” dengan pihak sekolah. Menggunakan berbagai macam cara agar tetap bisa membawa hp ke sekolah. Pelajaran apa yang didapat dari situasi ini? Anak belajar berbohong. Hemmm,,di sekolah, belajar berbohong?

Pihak sekolahpun tidak kehabisan akal. Diadakanlah berbagai macam “sidak” atau “razia” untuk mencari siswa yang masih nekad membawa hp meskipun sudah dilarang. Setelah menemukan, hp pun disita dan baru bisa diambil oleh orang tua setelah membuat surat pernyataan. Apakah siswa akan berhenti begitu saja? Tidak, karena rata-rata uang saku siswa zaman sekarang cukup untuk bisa membeli hp lagi.

Kejadiannya akan berulang begitu seterusnya karena hp adalah alat komunikasi sekaligus sosialisasi yang penting bagi mereka. Siswa juga bisa jadi kurang konsentrasi belajar karena sibuk memikirkan tempat aman untuk menyembunyikan hp yang dibawanya. Belum lagi, siswa yang benar-benar menggunakan hp sebagai alat komunikasi semisal untuk antar jemput terutama ketika sekolah pulang lebih awal tentu akan merasa sangat kurang nyaman dengan adanya pelarangan tersebut.

Akan tetapi, ternyata tidak semua sekolah melarang sepenuhnya siswanya membawa hp ke sekolah. Beberapa sekolah berstandar Internasional maupun yang masih rintisan tetap memperbolehkan siswanya membawa hp ke sekolah, meskipun dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, misalnya tidak digunakan selama pembelajaran sedang berlangsung. Bahkan siswa juga diperbolehkan membawa netbook ataupun laptop ke sekolah untuk keperluan pembelajaran di sekolah tentunya. Lantas bagaimana dengan sekolah-sekolah yang masih melarang sepenuhnya?

Heemmm, adakah solusinya?

Jawabannya, ada!


Berdamailah dengan cara menawarkan “win win solution” pada siswa.

Box Penitipan Handphone untuk Siswa


Pertama, sadarilah bahwa hp sudah “mendarah daging” bagi siswa. Berbagai macam alasan mereka membawa hp ke sekolah, mulai dari alat komunikasi dengan orang tua untuk hal antar jemput, alat unjuk gigi dengan teman sebayanya, alat sosialisasi, dan lain sebagainya. Dengan cara apapun siswa akan tetap membawa hp ke sekolah.

Sementara itu, larangan siswa membawa hp ke sekolah juga hal yang bagus. Karena ketergantungan siswa terhadap hp jelas akan mengganggu proses belajar mengajar di sekolah. Akan tetapi, melarang kemudian melakukan “sidak” saja tanpa memberi solusi atau alternatif juga hanya akan menjadi bumerang bagi pihak sekolah.

Oleh sebab itu, akan lebih bijak apabila pihak sekolah mencoba alternatif box penitipan hp bagi siswa ini.
Bagaimana caranya?

Box penitipan hp ini sangat mudah diterapkan karena tidak membutuhkan banyak perangkat dan tidak membutuhkan biaya besar. Hanya dengan mengadaptasi cara kerja tempat penitipan barang di supermarket.
Pihak sekolah hanya perlu menyediakan:

1. Satu atau dua buah box kabinet ditiap kelas untuk menyimpan hp siswa. Bentuk, jenis, dan ukuran menyesuaikan dengan kebutuhan, akan tetapi box dengan kunci akan lebih baik untuk keamanan.

2. Nomor, seperti yang ada di tempat penitipan barang di supermarket, setiap nomor terdiri atas dua, satu untuk dikaitkan pada hp dan satu lagi untuk dibawa siswa. Mengenai model dan bentuknya dapat disesuaikan kreativitas masing-masing.

3. Satu orang tenaga penjaga. Tentu tidak semua pegawai TU memiliki banyak pekerjaan, bukan? Satu orang dapat diminta untuk merangkap menjadi penjaga box penitipan hp ini.

Pihak sekolah kemudian melakukan sosialisasi pada siswa atau bisa juga mengumumkan pada saat upacara bendera atau melalui para pengajar bahwa sekarang sekolah sudah membuat box penitipan hp atau apapun namanya nanti setelah diterapkan di sekolah. Siswa yang membawa hp diminta untuk menitipkan hpnya sebelum masuk ke kelas kemudian diambil kembali ketika pulang sekolah.

Cara ini akan menjadi alternatif aman bagi siswa-siswa yang benar-benar membutuhkan hp untuk berkomunikasi dengan orangtua terutama untuk antar jemput. Siswa akan merasa lebih nyaman belajar karena kebutuhan untuk berkomunikasi tetap terpenuhi. Siswa yang ingin membawa hp untuk “unjuk gigi” atau gaya-gayaan dengan teman sebayanya juga tetap bisa melakukan “hobi”nya itu setelah pulang sekolah. Siswa juga tidak perlu lagi “kucing-kucingan” dengan pihak sekolah, karena tetap boleh membawa hp ke sekolah hanya saja tidak diperkenankan menggunakannya ketika jam belajar mengajar di sekolah. Perlahan, siswa akan menyadari bahwa di sekolah juga ada aturan-aturan yang harus dipatuhi tetapi hak-hak siswa untuk berkomunikasi dan bersosialisasi tetap terpenuhi.

Setelah pihak sekolah memberikan alternatif ini pada siswa, akan tetapi tetap saja ada siswa yang nekad membawa hp pada jam pelajaran, pihak sekolah harus bertindak tegas dengan mengambil hp tersebut dan menyitanya. Pihak sekolah tidak perlu merasa berat hati lagi karena sudah ada alternatif “kebebasan” yang ditawarkan pada siswa tetapi siswa tidak mau memanfaatkannya.

Jadi... Bagaimana menurut kalian? setuju atau tidak setuju?  mudah-mudahan solusi ini segera terwujud... Yang mendukung ditunggu komen'y ya... ^__^
Kurikulum 2013: Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan

SECARA konvensional terdapat kecenderungan bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan selalu dikaitkan dengan ketersediaan sarana dan prasana pendidikan yang memadai, serta kompetensi guru. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya betul.

Ada komponen lain yang jarang disentuh yaitu kurikulum. Argumentasi yang dikemukakan pada tulisan ini adalah kurikulum merupakan instrumen strategis bagi upaya peningkatan mutu pendidikan.
Kenapa demikian?. Kurikulum sebagai instrumen peningkatan mutu pendidikan terdiri dari tiga entitas yaitu tujuan, metode, dan isi. Peningkatan kompetensi guru dan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan hanya akan memberikan makna bagi peserta didik jika diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum.

Pada konteks Sistem Pendidikan Nasional rumusan tersebut dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab Ketentuan Umum SKL didefinisikan sebagai “kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan”.

Untuk menjamin agar SKL tersebut dapat dicapai maka kegiatan belajar mengajar tersebut dilengkapi dengan tujuh standar lainnya yaitu standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan. Keberadaan standar-standar ini telah dijamin oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 2.
Kurikulum 2013 sebagai bagian dari intervensi peningkatan mutu pendidikan, tentu tidak bisa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, SKL menjadi rujukan ketika Kurikulum 2013 diterapkan, termasuk tujuh standar nasional pendidikan lainnya.

Demikian juga dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tetap menjadi bagian Kurikulum 2013. Satuan pendidikan tetap mempunyai kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan kondisi satuan pendidikan tersebut. Di samping itu, Kurikulum 2013 tetap merupakan kurikulum berbasis kompetensi.

Namun demikian, sebagaimana dinyatakan pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38, kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah. Satuan pendidikan tetap harus merujuk pada kerangka dasar dan struktur kurikulum jika harus mengembangkan kurikulum sendiri. Ketentuan untuk merujuk pada kerangka dasar dan struktur kurikulum merupakan bagian dari quality assurance.

Dalam berbagai forum uji publik yang telah diselenggarakan dari tanggal 29 November sampai dengan 23 Desember 2012, beberapa perseta menanyakan tentang keberadaan Buku Babon. Mereka yang belum mengetahui tentang maksud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyediakan Buku Babon beranggapan bahwa akan keseragaman dalam kurikulum, dan bertentangan dengan ketentuan pada PP nomor 19 tahun 2005.

Keberadaan Buku Babon, tidak dimaksudkan sebagai bentuk sentralisasi kurikulum dan penyeragaman, tetapi dimaksudkan untuk standarisasi dalam pelaksanaan kurikulum. Hal ini didasarkan pada adanya kecenderungan tidak setaranya kurikulum yang digunakan oleh satuan pendidikan. Kecenderungan ini terjadi karena adanya perbedaan kompetensi guru, sehingga ada satuan pendidikan yang mengadopsi kurikulum dari satuan pendidikan atau contoh dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan, tanpa melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi satuan pendididkan tempat guru tersebut mengajar.

Buku Babon didisain untuk memfasilitasi guru melakukan tugas mengajarnya dan peserta didik mengikuti kegiatan belajar mengajar. Buku Babon direncanakan untuk memuat isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode evaluasi. Dengan ketiga komponen tersebut, guru diharapkan dapat melakukan diagnosis terhadap kesulitan belajar peserta didik dan peserta didik diharapkan akan mengetahui pada topik bahasan yang mana dia mengalami kesulitan untuk memahaminya.

Keberadaan Buku Babon merupakan standar minimum yang harus dicapai oleh setiap siswa. Jika ada satuan pendidikan yang mampu untuk mencapai lebih tinggi dari standar yang ditetapkan pada Buku Babon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak melarangnya, bahkan mendorong setiap satuan pendidikan dapat mencapai target yang lebih tinggi.

Kurikulum 2013 merupakan intervensi peningkatan mutu yang strategis, namun sasarannya besar baik dari segi siswa yang akan menjadi subyek dari kurikulum 2013, maupun guru yang menjadi aktor utama dalam implementasinya, sehingga pelaksanaan secara serentak dengan sasaran semua satuan pendidikan secara nasional menjadi hal yang sulit untuk dilaksanakan.

Wakil Presiden dalam sambutannya dalam pembukaan Rembuknas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013, menyatakan bahwa Implementasi Kurikulum 2013 perlu dilaksanakan segera secara bertahap dan jangan molor karena yang rugi generasi muda. Begitu molor pasti ada korban, sebagian generasi muda tidak bisa menerima manfaat kurikulum baru..

Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 akan dilaksanakan secara terbatas dan berjenjang. Untuk SD akan dilaksanakan pada kelas I dan IV, sedangkan pada SMP dilaksanakan VII, dan di SMA dilaksanakan di kelas IX. Jika pada tahun ajaran 2013/14 Kurikulum 2013 dilaksanakan pada kelas-kelas tersebut, maka pada tahun ajaran 2014/15 secara berjenjang dilaksanakan pada kelas-kela berikutnya. Misalnya di SD dapat dilaksanakan pada kelas II dan V, sedangkan di SMP dapat dilaksanakan pada kelas VII dan di SMA/SMK dilaksanakan pada kelas X.

Keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 tidak hanya pada ketepatan dan comperehensiveness perumusan SKL dan kerangka dasar, serta struktur kurikulum, tetapi dari kepemimpinan kepala sekolah pada tingkat satuan pendidikan dan kepemimpinan guru pada tingkat kelas.

Kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran penting dalam memfasilitasi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Sedangkan kepemimpinan guru di tingkat kelas jelas menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan bekerhasilan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013.

Guru merupakan aktor terdepan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang berhadapan dengan peserta didik. Peran penting guru antara lain meliputi:
(1) kemampuan menjabarkan topik-topik bahasan pada mata pelajaran menjadi informasi yang menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik,
(2) kemampuan untuk mengidentifikasi tingkat dan area kesulitan peserta didik dan kemampuan untuk  membantunya keluar dari kesulitan tersebut, dan
(3) kemampuan melakukan evaluasi kemajuan belajar siswa.

Berdasarkan hasil evaluasi guru dapat menentukan strategi untuk menentukan metode pembelajaran yang lebih tepat dan kecepatan dalam memberikan informasi berupa pengetahuan kepada peserta didik.
Kurikulum 2013 memang merupakan instrumen peningkatan mutu pendidikan. Peran guru dan kepala sekolah menjadi pendukung utama agar Kurikulum 2013 dapat secara signifikan meningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah.

* Peneliti Pada Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang, Kemdikbud

Sumber : http://nasional.inilah.com/read/detail/2045110/kurikulum-2013-sarana-peningkatan-mutu-pendidikan